Kamis, Desember 10, 2009

Sulitnya Mengurus SIP Keperawatan di Negaraku


"Sebuah kenyataan yang sangat menarik untuk kita renungkan bersama"

Sebagai perawat, sudah selayaknya kita bangga karena profesi keperawatan telah diakui dan dilindungi dengan adanya KepMenKes RI no 1239/MenKes/SK/IV/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat. Legalitas perawat ini menjadi sebuah keharusan dimana setiap perawat hendaknya mengurus Surat Izin Perawat (SIP). Untuk mendapatkan SIP, kita wajib menjalani sebuah Uji Kompetensi. Namun, proses ini sepertinya belum terwujud secara sempurna. Selain itu, perawat dapat mengurus Surat Izin Kerja (SIK) sebagai bukti tertulis bahwa kita secara hukum dapat menjalankan peran sebagai perawat, dalam hal ini perawat ditatanan pelayanan. Di samping SIP dan SIK, perawat juga dapat memiliki Surat Izin Praktik Perawat (SIPP). Dengan memiliki SIPP, kita dapat melakukan praktik pemberian asuhan keperawatan mandiri baik secara perorangan maupun berkelompok.

Namun, pada kenyataannya, pelaksanaan legalitas ini masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Seperti yang kita ketahui, belum semua perawat yang bekerja di tatanan rumah sakit, klinik, dan puskesmas memiliki SIP, tapi toh mereka masih diperbolehkan bekerja. Kenyataan ini merupakan salah satu bentuk ketidak-konsistenan pelaksanaan satu aturan di negara kita. Selain itu, di negara kita, sepertinya SIP tak tersosialisasikan urgensinya, padahal di negara lain, seperti Filipina, India, dll. proses legalitas perawat ini sudah berjalan selama bertahun-tahun. Proses legalitas perawat di negara-negara tersebut mewajibkan perawat memiliki nursing licence sebagai syarat utama perawat dalam menjalankan profesinya. Memang sepertinya lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, tetapi kok terlambatnya jauh amat, ya?

Selain itu, kita juga dapat menemukan banyak ketidak-konsistenan dalam pelaksanaan pengurusan SIP. Kondisi ini mungkin diperparah dengan penyakit kronis dalam tubuh birokrasi kita, yang terkadang masih memegang semboyan: “Selama masih bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah?”

Hal ini tercermin dalam ketidakseragaman prosedur untuk mendapatkan SIP di tiap-tiap daerah, yang semuanya terasa begitu complicated sehingga berkesan mempersulit. Sebenarnya, masalah ini tampak sederhana, asalkan ada niat yang tulus, jelas, dan tegas dari pemerintah dan para birokrat yang duduk di Depkes, Dinkes, dan PPNI untuk membantu agar profesi ini dapat berdiri tegak dan dinamis dalam menghadapi era globalisasi yang mensyaratkan surat izin/lisensi. Dengan demikian, para perawat pun dapat bekerja di era globalisasi dengan tenang.

Contoh ketidak-konsistenan tersebut dapat kita jumpai di setiap wilayah dengan kebijakan yang beragam adalah seperti contoh kasus ketika rekan sejawat kita mengurus SIP di Dinkes di salah satu daerah di Jawa Tengah. Kebijakan di wilayah tersebut mensyaratkan para perawat yang ingin mendapatkan SIP menjalani semacam ujian kompetensi di salah satu lembaga yang telah ditunjuk. Kemudian, surat rekomendasi lulus dari lembaga itulah yg dipakai sebagai syarat utama mengurus SIP di kantor Dinkes tersebut. Sepertinya, jalur ini “lurus-lurus saja” – untuk meraih SIP memang harus melalui ujian kompetensi – ASALKAN kebijakan tersebut resmi dari Depkes, yang seragam dengan kebijakan di semua wilayah di Indonesia. Namun, jika kita menilik wilayah lain, kita pun menemukan kebijakan yang lain pula. Di satu wilayah, kita melihat perawat bersusah payah menghadapi birokrasi yang rumit demi mendapatkan SIP, sedangkan di wilayah lain, seperti di pusat pemerintahan, DKI Jakarta, dan Jawa Barat, misalnya, kita dapat melihat bahwa perawat lebih mudah mengurus SIP. Cukup dengan melampirkan ijazah perawat, surat keterangan bekerja, surat keterangan sehat, dan beberapa dokumen lain yg mudah diurus, mereka sudah mendapatkan SIP, tapi dengan catatan waktunya lama dan tidak menentu. Satu kebijakan terkait SIP, tetapi pelaksanaan di lapangan berbeda-beda, format blankonya pun beragam - kok bisa, ya?

Tentu saja, kondisi ini akan semakin memperumit pencapaian cita-cita yang selalu ditanamkan ke otak perawat, yaitu menjadi perawat yang semakin profesional. Masih banyak hal yang perlu segera diperbaiki, yang dimulai dari pentingnya sosialisasi sejak dini tentang regristrasi dan legalisasi praktik perawat sehingga kita terlindungi oleh hukum dan klien pun merasa aman karena ditangani oleh perawat yang secara hukum telah sah untuk memberi asuhan keperawatan. Selain itu, semrawutnya prosedur yang berbeda antarlini perlu segera dirapikan karena ke depan, tuntutan akan semakin berat. Jika pembenahan tidak dilakukan segera dari sekarang, PR kita ke depan semakin banyak, yang tentu saja akan memengaruhi nasib generasi perawat selanjutnya.

Oleh karena itu, Bapak dan Ibu pemegang kebijakan serta rekan-rekan sejawat, kita harus segera memainkan peran kita masing-masing. Bagi rekan-rekan yang belum memiliki SIP/SIK, segeralah mengurusnya. Bagi yang sudah memiliki SIP/SIK, cobalah untuk menstimulus rekan satu tim Anda. Bagi Bapak/Ibu pemegang kebijakan, kami sangat berharap agar Bapak/Ibu segera memfasilitasi dan mensosialisasikan perihal urgensi lisensi ini sesuai prosedur yang berlaku (diharapkan sesuai aturan yang ada yang memang terkadang antardaerah akan berlainan). Semoga profesi kita bisa segera menjadi lebih profesional sehingga dapat menciptakan daya saing yang sehat di Indonesia maupun di dunia internasional, toh semua ini demi kemajuan kesehatan masyarakat kita.
--
Petrus Rocky H. M.
Rotating Paramedic
Mobile: + 62(0)-81382790173
Email: petzky1005@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar